DUMAI – Untuk pertama kalinya di jajaran Polres wilayah Polda Riau, Kepolisian Resor (Polres) Dumai berhasil mengungkap praktik curang dalam produksi dan distribusi bahan pokok beras. Sebanyak 50 ton beras oplosan ditemukan dalam sebuah gudang di Dumai, dengan modus mengemas ulang beras kualitas rendah menjadi merek premium yang laris di pasaran.
Seorang wanita berinisial YI (40), warga Jalan Cempedak, Rimba Sekampung, diamankan sebagai tersangka utama. Dari pengakuannya, aksi curang ini sudah berlangsung sejak 2024 dan telah beredar luas di pasaran Dumai.
Kapolres Dumai AKBP Angga S Herlambang, didampingi Kasat Reskrim AKP Kris Tofel, Kanit Tipiter Iptu Gerry Barloy, serta Kasi Humas AKP Nelly, menjelaskan modus pelaku. Beras kualitas medium merek Adi asal Jambi dicampur dengan beras premium merek Happy Minang. Campuran ini kemudian dikemas ulang seolah-olah asli premium, dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi.
“Aksi ini jelas merugikan masyarakat dan pedagang jujur. Kami berkomitmen memberantas praktik kecurangan pangan yang merusak kepercayaan konsumen,” tegas AKBP Angga, Selasa (19/8/2025).
Modus Keuntungan Ratusan Rupiah per Kilo
Dari hasil penyelidikan, pelaku mampu memproduksi 20 ton beras oplosan pada Juli 2024 dan 30 ton pada Agustus 2024. Harga jual dipatok Rp14.700 per kilo dengan modal Rp13.900. Artinya, ada keuntungan sekitar Rp400 per kilo atau Rp10 ribu per karung 25 kg.
Dengan total produksi 50 ton, keuntungan yang diraup mencapai Rp20 juta lebih hanya dalam waktu singkat. Seluruh distribusi dipasok ke wilayah Dumai perkotaan sesuai order konsumen.
Barang Bukti dan Ancaman Hukuman
Dalam penggerebekan, petugas menyita puluhan ton beras oplosan siap edar, peralatan pengemasan, hingga dokumen transaksi. Seluruh barang bukti kini diamankan di Polres Dumai.
Pelaku dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Polisi masih melakukan pengembangan, karena tidak menutup kemungkinan ada jaringan lain yang ikut bermain dalam bisnis curang ini.
Dampak ke Pasar dan Konsumen
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius. Beras oplosan tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi, tetapi juga merusak ekosistem perdagangan pangan. Pedagang kecil yang berusaha jujur otomatis terdesak, sementara masyarakat mengonsumsi beras yang kualitasnya jauh dari label pada kemasan.
Pengungkapan ini sekaligus memberi sinyal tegas bahwa Polres Dumai akan menindak keras mafia pangan yang mencoba bermain-main dengan kebutuhan pokok masyarakat.***